Lahan Marginal |
Banyak
sekali cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efesiensi lahan atau
meningkatkan produksi lahan pada satuan luas tertentu. Peningkatan produksi
hasil pertanian pada saat ini masih mengandalkan penggarapan lahan dengan
jumlah yang cukup luas. Dengan adanya usaha efisiensi lahan maka penggunaan
lahan dapat dipersempit sementara hasil terus dapat meningkat. Usaha tersebut
bisa dilakukan dengan berbagai cara baik secara genetis, mekanis maupun secara
fisik.Peningkatan
produktifitas hasil pertanian pada masa sekarang menjadi pekerjaan rumah para
pakar pertanian yang tidak kunjung selesai. Berbagai usaha perluasan lahan
pertanian oleh pemerintah sudah dilakukan, namun laju perluasan lahan tersebut
tidak mampu melawan tekanan alih fungsi lahan pertanian itu sendiri menjadi
berbagai fungsi lahan lain non vegetasi. Peningkatan jumlah penduduk serta
tekanan pembangunan infrastruktur menjadi penyebab menyempitnya luasan lahan
pertanian. Di sisi lain bahwa lahan-lahan produktif berkurang kualitasnya
karena penggunaan lahan yang tidak efisien.
Buktinya
dalam sepuluh tahun terakhir antara tahun 2003 s/d 2012 diketahui bahwa luas
lahan pertanian tidak banyak berubah, masih pada kisaran 25 juta hektar (BPS,
2013 dalam Ruslan Kadir, 2013). Kita
ketahui bersama bahwa sudah sejak lama pemerintah melakukan berbagai usaha
perluasan lahan yang cukup signifikan dengan membuka sejumlah lahan bekas
hutan, kebun dan lahan-lahan marginal menjadi lahan pertanian produktif. Namun
usaha perluasan lahan pertanian berlawanan dengan semakin besarnya alih fungsi
lahan menjadi sarana infrastruktur seperti perumahan, jalan raya, kawasan
industri dan berbagai infrastruktur permanen lainnya. Dari kajian tersebut
diketahui pula bahwa rasio lahan pertanian terhadap jumlah penduduk hanya
sebesar 0,1 yang artinya bahwa penduduk Indonesia rata-rata hanya menguasai
lahan pertanian sebesar 0,1 hektar. Besaran tersebut membuktikan bahwa petani
Indonesia masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan.
Perluasan
lahan dipandang sangat penting karena meningkatkan produktifitas hasil,
sedangkan kita harus menghadapi realita dimana luasan ruang yang bernilai
tetap. Oleh sebab itu selain dengan solusi usaha perluasan lahan pertanian maka
perlu dibangun pula teknologi peningkatan produktifitas hasil dengan prinsip
efisiensi lahan pertanian itu sendiri. Efisiensi lahan artinya peningkatan
nilai yang dapat dihasilkan oleh satuan lahan sehingga dapat memberikan manfaat
lebih dibandingkan dengan penggunaan lahan biasa. Dengan tercapainya efisiensi
lahan maka pencapaian kebutuhan akan hasil industri pertanian dapat terlaksana
dengan mudah. Penyelesaian masalah luas lahan akan memacu pembangunan sektor
lain dan tetap mempertahankan peningkatan hasil yang diinginkan.
1. Efisiensi
Lahan Secara Genetis.
Salah satu kendala terciptanya kondisi
efisiensi lahan pada dunia pertanian adalah keterbatasan suatu spesies
komoditas pertanian untuk dapat berkembang pada ruang tertentu. Biasanya suatu
industri komoditas pertanian membutuhkan syarat-syarat kusus yang harus
dipenuhi agar dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan kuantitas
yang tinggi. Misalnya saja budidaya suatu jenis jamur yang memiliki banyak
persyaratan tumbuh, baik dalam hal kelembaban, ketinggian, suhu, curah hujan
dan musim. Pada saat syarat tersbut tidak terpenuhi maka hasil yang diperoleh
akan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau sama sekali tidak dapat
menghasilkan.
Kemempuan teknologi untuk menciptakan
genetik unggul akan mampu meningkatkan fleksibilitas suatu spesies untuk
menempati suatu ruang. Dengan adanya pengembangan secara genetik tersebut
memacu suatu spesies untuk dapat hidup baik pada kondisi ruang dengan sifat
resisten pada kondisi apapun. Selain itu, genetik yang baik adalah kemampuan untuk
memunculkan produktifitas yang lebih baik dari sifat reserif. Suatu tanaman
pertanian dengan genetik baik adalah kemampuan suatu komoditas dalam peluang
hidup yang lebih besar pada kondisi ruang apapun dan resisten terhadap tekanan
dan gangguan di lingkungannya, selian itu juga memiliki sifat produktifi pada
hasil yang bersifat baik secara kualitas. Usaha pengembangan secara genetis
selalu dilakukan namun hasilnya masih belum optimal karena masih terpaku pada
peningkatan hasil, bukan pada fleksibilitas dan resistensi sifat. Dengan adanya
kedua sifat baik tersebut maka sejumlah komoditas pertanian mampu dibudidayakan
pada berbagai lokasi tanpa terlalu banyak prasyarat yang harus dipenuhi.
2. Efisiensi
Lahan dengan Pemerataan Hasil.
Pemerataan hasil adalah dimana kondisi
hasil komoditas pertanian yang sesuai dengan kebutuhan. Jumlah hasil yang di
peroleh memiliki kecendrungan fluktuasi karena keberhasilan dalam proses
budidaya pertanian dipengaruhi oleh berbagai faktor secara kompleks.
Pertumbuhan produktifitas yang bersifat regional dan terpecah menjadi satuan
kecil menyebabkan kebutuhan akan hasil tidak dapat terpenuhi secara merata. Hal
tersebut disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang lemah dari implikasi
kemampuan masyarakat secara sosial maupun finansial. Ketergantungan akan satu
kondisi dan sistem yang bersifat statis/kaku maka penyebaran hasil produksi
pertanian tidak dapat berjalan dengan baik sementara kelemahan dalam dinamika
ekonomi semakin memburuk dan menimbulkan tantangan baru.
Prinsip dasar dari pemerataan hasil
adalah penyaluran hasil komoditas seluas mungkin dengan biaya yang rendah sehingga
tingkat keterjangkauan harga dapat diperoleh secara adil. Jumlah hasil produksi
hasil pertanian pada saat ini hanya dapat terserap secara langsung kebutuhan
pangan masyarakat sebesar 40% dari total yang dihasilkan. Sisanya beralih
menjadi produk-produk ekspor yang datang kembali dalam bentuk produk industri
lain. Selama pemerataan hasil belum terlaksana secara optimal maka pembangunan
hasil pertanian secara sentral tidak dapat berlaku sementara proses penyebaran
yang kurang baik. Selama kebutuhan tidak terpenuhi maka perhitungan akan kebutuhan
akan semakin meningkat, menyebabkan pembukaan lahan pertanian baru pada sekala
regional.
Misalnya saja lahan pertanian padi
yang sengaja disentralisasikan di daratan Jawa karena industri tanaman padi di
lahan gambut tidak memungkinkan. Rendahnya pasokan ke luar Jawa akibat lemahnya
infrastruktur dan sistem yang statis menyebabkan kebutuhan beras semakin
meningkat dan menyebabkan pula pembangunan lahan pertanian komoditas padi pada
lahan yang tidak sesuai. Kondisi tersebut menyebabkan hasil yang diperoleh
tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan harga pada taraf
kemampuan beli yang rendah. Seandainya proses distribusi berjalan baik maka
kondisinya akan berbeda. Pemerataan hasi yang baik akan menciptakan solusi
kebutuhan lahan pertanian yang semakin meningkat seiring dengan kebutuhan yang
semakin meningkat pula. Terciptanya kondisi pemerataan hasil dapat menekan
pembangunan lahan pertanian baru yang tidak sesuai. Dengan perolehan komoditas tersebut
di berbagai tempat secara proporsional penyaluran hasil komoditas dengan harga yang terjangkau dapat
mengefisienkan lahan yang dibutuhkan.
3. Efisiensi
Lahan dengan Pemanfaatan Dimensi Vertikal.
Pemanfaatan dimensi vertikal dalam
budidaya pertanian dikenal dengan istilah Vertikultur. Artinya adalah teknik
budidaya tanaman dengan memanfaatkan dimensi ruang secara vertikal. Selama ini
pertanian tidak pernah memikirkan pemanfaatan dimensi vertikal karena terbiasa
dengan pemanfaatan lahan secara horisontal. Hingga saat ini ruang secara
vertikal tersebut masih belum termanfaatkan secara optimal. Petani masih
terpaku pada luasan tanah di permukaan bumi sebagai media pertanaian.
Vertikultur pertama kali berasal dari
gagasan Vertikal Garden dari Swiss sekitar tahun 1945 (Agus Andoko, 2004).
Vertikultur bertujuan untuk memanfaatkan lahan sempit se optimal mungkin
sehingga dapat menghasilkan produk yang cukup banyak.Vertikultur ini hanya
berlaku pada beberapa jenis tanaman dengan karakteris tertentu seperti tomat,
cabe, slada, sawi, bawang dll. Seiring dengan kemajuan teknologi, teknik
tanaman vertikal ini semakin berkembang dan ditemukan berbagai ide rancangan
kebun sempit yang menghasilkan komoditas pertanian yang tidak kalah dengan
hasil pertanian pada lahan horisontal.
Sistem Tanam Konvensional |
Teknik vertikultur sesuai dengan
prinsif efisiensi lahan dimana pada satuan lahan tertentu dapat menghasilkan
produk setara dengan lahan yang lebih besar. Di negara-negara maju seperti
Jepang dan Amerika telah lebih dulu menggunakan teknik pertanian ini dengan
membangun fasilitas perkebunan secara vertikal memanfaatkan gedung-gedung
bertingkat yang tidak terpakai. Dengan menggunakan bantuan lampu-lampu
ultraviolet gedung bekas berubah menjadi rumah kaca raksasa yang menghasilkan
ribuan ton sayuran dan buah-buahan tanpa membuka lahan pertanian baru.
4. Efisiensi
Lahan Dengan Pertanian Multifungsi
Efisiensi lahan dalam bentuk lahan
pertanian multifungsi pada lahan kebun masyarakat dikenal dengan istilah
tumpang sari. Namun seiring dengan perkembangan, maka penggunaan teknik
multifungsi tidak hanya diterapkan pada lahan kebun masyarakat. Penanaman komoditas
pertanian semusim di bawah tegakan pohon di hutan masyarakat dirasa efektif
terhadap kebutuhan lahan yang semakin menyempit. Pemanfaatan lahan secara
optimal dengan teknik tumpang sari sudah sejak lama di gunakan karena
meningkatkan hasil hingga 80% dari rata-rata pendapatan pertanian monokultur.
Teknik tanaman tumpang sari merupakan
sistem pertanian pada lahan hutan atau kebun di bawah tegakan pohon yang
biasanya ditumbuhi oleh tanaman gulma dan berbagai tanaman rendah lain yang
tidak bermanfaat. Jenis tanaman yang biasa di tanam adalah tanaman semusim baik
berupa tanaman sayuran, rempah dan buah-buahan. Manfaat lain dari tumpang sari
adalah memberikan ruang yang lebih baik pada tanaman utama karena lantai hutan
dirawat dengan baik, sifat multi spesies yang ada pada satuan lahan menciptakan
ketahanan terhadap serangan hama penyakit dan mengurangi persaingan dengan
tanaman lain yang tidak bermanfaat.
Pertanian multi fungsi lain adalah
pemanfaatan lahan basah pada pertanian padi sawah yang digunakan sebagai tempat
pembesaran beberapa jenis ikan. Pemanfaatan sawah muda sebagai kolam pembesaran
ikan alami menyediakan banyak pakan ikan dari sumber alami seperti
mikroorganisme tanah, serangga dan beberapa jenis rumput. Dengan memelihara
ikan di sawah juga memiliki fungsi menekan perkembangbiakan hama serangga
seperti belalang, kutu, nyamuk dll.
5. Efisiensi
Lahan Dengan Pengembangan Jarak Tanam
Jarak
tanam yang disarankan oleh para ahli merupakan hasil percobaan yang
memungkinkan tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal pada lahan
monokultur dengan pengaturan jarak tanam tertentu. Pada umumnya jarak tanam
ditetapkan dengan bentuk pola tanam secara bujur sangkar, padahal jarak tanam
merupakan jarak aman antar satu individu dengan individu lain berdasarkan
perkiraan radius. Oleh sebab itu penggunaan jarak tanam radius lebih efisien
dibandingkan jarak tanam yang diterapkan dengan bentuk bujur sangkar.
Efisiensi lahan sangat
penting dan memegang kunci kesuksesan pertanian di masa depan. Tantangan petumbuhan
populasi penduduk tidak dapat dihindarkan untuk beberapa tahun kedepan sehingga
tekanan penyempitan lahan pertanian semakin besar. Dengan adanya usaha-usaha
tertentu dan pengembangan teknik yang terus maju diharapkan dapat memecahkan
permasalahan krisis penyediaan pangan. Efisiensi lahan menyediakan solusi yang
adil dan mensejahterakan petani yang telah kita ketahui dalam rasio penguasaan
lahan yang cukup rendah. Sudah saatnya petani tidak lagi berada di bawah garis
kemiskinan karena potensi sumberdaya alam yang dapat kita kelola dengan
bijaksana berlimpah ketersediaannya.
0 comments:
Post a Comment