Tuesday, March 31, 2015

EFISIENSI LAHAN SEBAGAI SOLUSI INDUSTRI PERTANIAN PRODUKTIF


Lahan Marginal

 Banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efesiensi lahan atau meningkatkan produksi lahan pada satuan luas tertentu. Peningkatan produksi hasil pertanian pada saat ini masih mengandalkan penggarapan lahan dengan jumlah yang cukup luas. Dengan adanya usaha efisiensi lahan maka penggunaan lahan dapat dipersempit sementara hasil terus dapat meningkat. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara baik secara genetis, mekanis maupun secara fisik.Peningkatan produktifitas hasil pertanian pada masa sekarang menjadi pekerjaan rumah para pakar pertanian yang tidak kunjung selesai. Berbagai usaha perluasan lahan pertanian oleh pemerintah sudah dilakukan, namun laju perluasan lahan tersebut tidak mampu melawan tekanan alih fungsi lahan pertanian itu sendiri menjadi berbagai fungsi lahan lain non vegetasi. Peningkatan jumlah penduduk serta tekanan pembangunan infrastruktur menjadi penyebab menyempitnya luasan lahan pertanian. Di sisi lain bahwa lahan-lahan produktif berkurang kualitasnya karena penggunaan lahan yang tidak efisien.

Buktinya dalam sepuluh tahun terakhir antara tahun 2003 s/d 2012 diketahui bahwa luas lahan pertanian tidak banyak berubah, masih pada kisaran 25 juta hektar (BPS, 2013 dalam Ruslan Kadir, 2013). Kita ketahui bersama bahwa sudah sejak lama pemerintah melakukan berbagai usaha perluasan lahan yang cukup signifikan dengan membuka sejumlah lahan bekas hutan, kebun dan lahan-lahan marginal menjadi lahan pertanian produktif. Namun usaha perluasan lahan pertanian berlawanan dengan semakin besarnya alih fungsi lahan menjadi sarana infrastruktur seperti perumahan, jalan raya, kawasan industri dan berbagai infrastruktur permanen lainnya. Dari kajian tersebut diketahui pula bahwa rasio lahan pertanian terhadap jumlah penduduk hanya sebesar 0,1 yang artinya bahwa penduduk Indonesia rata-rata hanya menguasai lahan pertanian sebesar 0,1 hektar. Besaran tersebut membuktikan bahwa petani Indonesia masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan.
Perluasan lahan dipandang sangat penting karena meningkatkan produktifitas hasil, sedangkan kita harus menghadapi realita dimana luasan ruang yang bernilai tetap. Oleh sebab itu selain dengan solusi usaha perluasan lahan pertanian maka perlu dibangun pula teknologi peningkatan produktifitas hasil dengan prinsip efisiensi lahan pertanian itu sendiri. Efisiensi lahan artinya peningkatan nilai yang dapat dihasilkan oleh satuan lahan sehingga dapat memberikan manfaat lebih dibandingkan dengan penggunaan lahan biasa. Dengan tercapainya efisiensi lahan maka pencapaian kebutuhan akan hasil industri pertanian dapat terlaksana dengan mudah. Penyelesaian masalah luas lahan akan memacu pembangunan sektor lain dan tetap mempertahankan peningkatan hasil yang diinginkan.

1.      Efisiensi Lahan Secara Genetis.
Salah satu kendala terciptanya kondisi efisiensi lahan pada dunia pertanian adalah keterbatasan suatu spesies komoditas pertanian untuk dapat berkembang pada ruang tertentu. Biasanya suatu industri komoditas pertanian membutuhkan syarat-syarat kusus yang harus dipenuhi agar dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi. Misalnya saja budidaya suatu jenis jamur yang memiliki banyak persyaratan tumbuh, baik dalam hal kelembaban, ketinggian, suhu, curah hujan dan musim. Pada saat syarat tersbut tidak terpenuhi maka hasil yang diperoleh akan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau sama sekali tidak dapat menghasilkan.
Kemempuan teknologi untuk menciptakan genetik unggul akan mampu meningkatkan fleksibilitas suatu spesies untuk menempati suatu ruang. Dengan adanya pengembangan secara genetik tersebut memacu suatu spesies untuk dapat hidup baik pada kondisi ruang dengan sifat resisten pada kondisi apapun. Selain itu, genetik yang baik adalah kemampuan untuk memunculkan produktifitas yang lebih baik dari sifat reserif. Suatu tanaman pertanian dengan genetik baik adalah kemampuan suatu komoditas dalam peluang hidup yang lebih besar pada kondisi ruang apapun dan resisten terhadap tekanan dan gangguan di lingkungannya, selian itu juga memiliki sifat produktifi pada hasil yang bersifat baik secara kualitas. Usaha pengembangan secara genetis selalu dilakukan namun hasilnya masih belum optimal karena masih terpaku pada peningkatan hasil, bukan pada fleksibilitas dan resistensi sifat. Dengan adanya kedua sifat baik tersebut maka sejumlah komoditas pertanian mampu dibudidayakan pada berbagai lokasi tanpa terlalu banyak prasyarat yang harus dipenuhi.

2.      Efisiensi Lahan dengan Pemerataan Hasil.
Pemerataan hasil adalah dimana kondisi hasil komoditas pertanian yang sesuai dengan kebutuhan. Jumlah hasil yang di peroleh memiliki kecendrungan fluktuasi karena keberhasilan dalam proses budidaya pertanian dipengaruhi oleh berbagai faktor secara kompleks. Pertumbuhan produktifitas yang bersifat regional dan terpecah menjadi satuan kecil menyebabkan kebutuhan akan hasil tidak dapat terpenuhi secara merata. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang lemah dari implikasi kemampuan masyarakat secara sosial maupun finansial. Ketergantungan akan satu kondisi dan sistem yang bersifat statis/kaku maka penyebaran hasil produksi pertanian tidak dapat berjalan dengan baik sementara kelemahan dalam dinamika ekonomi semakin memburuk dan menimbulkan tantangan baru.
Prinsip dasar dari pemerataan hasil adalah penyaluran hasil komoditas seluas mungkin dengan biaya yang rendah sehingga tingkat keterjangkauan harga dapat diperoleh secara adil. Jumlah hasil produksi hasil pertanian pada saat ini hanya dapat terserap secara langsung kebutuhan pangan masyarakat sebesar 40% dari total yang dihasilkan. Sisanya beralih menjadi produk-produk ekspor yang datang kembali dalam bentuk produk industri lain. Selama pemerataan hasil belum terlaksana secara optimal maka pembangunan hasil pertanian secara sentral tidak dapat berlaku sementara proses penyebaran yang kurang baik. Selama kebutuhan tidak terpenuhi maka perhitungan akan kebutuhan akan semakin meningkat, menyebabkan pembukaan lahan pertanian baru pada sekala regional.
Misalnya saja lahan pertanian padi yang sengaja disentralisasikan di daratan Jawa karena industri tanaman padi di lahan gambut tidak memungkinkan. Rendahnya pasokan ke luar Jawa akibat lemahnya infrastruktur dan sistem yang statis menyebabkan kebutuhan beras semakin meningkat dan menyebabkan pula pembangunan lahan pertanian komoditas padi pada lahan yang tidak sesuai. Kondisi tersebut menyebabkan hasil yang diperoleh tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan harga pada taraf kemampuan beli yang rendah. Seandainya proses distribusi berjalan baik maka kondisinya akan berbeda. Pemerataan hasi yang baik akan menciptakan solusi kebutuhan lahan pertanian yang semakin meningkat seiring dengan kebutuhan yang semakin meningkat pula. Terciptanya kondisi pemerataan hasil dapat menekan pembangunan lahan pertanian baru yang tidak sesuai. Dengan perolehan komoditas tersebut di berbagai tempat secara proporsional penyaluran hasil komoditas  dengan harga yang terjangkau dapat mengefisienkan lahan yang dibutuhkan.



3.      Efisiensi Lahan dengan Pemanfaatan Dimensi Vertikal.
Pemanfaatan dimensi vertikal dalam budidaya pertanian dikenal dengan istilah Vertikultur. Artinya adalah teknik budidaya tanaman dengan memanfaatkan dimensi ruang secara vertikal. Selama ini pertanian tidak pernah memikirkan pemanfaatan dimensi vertikal karena terbiasa dengan pemanfaatan lahan secara horisontal. Hingga saat ini ruang secara vertikal tersebut masih belum termanfaatkan secara optimal. Petani masih terpaku pada luasan tanah di permukaan bumi sebagai media pertanaian.
Vertikultur pertama kali berasal dari gagasan Vertikal Garden dari Swiss sekitar tahun 1945 (Agus Andoko, 2004). Vertikultur bertujuan untuk memanfaatkan lahan sempit se optimal mungkin sehingga dapat menghasilkan produk yang cukup banyak.Vertikultur ini hanya berlaku pada beberapa jenis tanaman dengan karakteris tertentu seperti tomat, cabe, slada, sawi, bawang dll. Seiring dengan kemajuan teknologi, teknik tanaman vertikal ini semakin berkembang dan ditemukan berbagai ide rancangan kebun sempit yang menghasilkan komoditas pertanian yang tidak kalah dengan hasil pertanian pada lahan horisontal.
Sistem Tanam Konvensional

Teknik vertikultur sesuai dengan prinsif efisiensi lahan dimana pada satuan lahan tertentu dapat menghasilkan produk setara dengan lahan yang lebih besar. Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika telah lebih dulu menggunakan teknik pertanian ini dengan membangun fasilitas perkebunan secara vertikal memanfaatkan gedung-gedung bertingkat yang tidak terpakai. Dengan menggunakan bantuan lampu-lampu ultraviolet gedung bekas berubah menjadi rumah kaca raksasa yang menghasilkan ribuan ton sayuran dan buah-buahan tanpa membuka lahan pertanian baru.

4.      Efisiensi Lahan Dengan Pertanian Multifungsi
Efisiensi lahan dalam bentuk lahan pertanian multifungsi pada lahan kebun masyarakat dikenal dengan istilah tumpang sari. Namun seiring dengan perkembangan, maka penggunaan teknik multifungsi tidak hanya diterapkan pada lahan kebun masyarakat. Penanaman komoditas pertanian semusim di bawah tegakan pohon di hutan masyarakat dirasa efektif terhadap kebutuhan lahan yang semakin menyempit. Pemanfaatan lahan secara optimal dengan teknik tumpang sari sudah sejak lama di gunakan karena meningkatkan hasil hingga 80% dari rata-rata pendapatan pertanian monokultur.
Teknik tanaman tumpang sari merupakan sistem pertanian pada lahan hutan atau kebun di bawah tegakan pohon yang biasanya ditumbuhi oleh tanaman gulma dan berbagai tanaman rendah lain yang tidak bermanfaat. Jenis tanaman yang biasa di tanam adalah tanaman semusim baik berupa tanaman sayuran, rempah dan buah-buahan. Manfaat lain dari tumpang sari adalah memberikan ruang yang lebih baik pada tanaman utama karena lantai hutan dirawat dengan baik, sifat multi spesies yang ada pada satuan lahan menciptakan ketahanan terhadap serangan hama penyakit dan mengurangi persaingan dengan tanaman lain yang tidak bermanfaat.
Pertanian multi fungsi lain adalah pemanfaatan lahan basah pada pertanian padi sawah yang digunakan sebagai tempat pembesaran beberapa jenis ikan. Pemanfaatan sawah muda sebagai kolam pembesaran ikan alami menyediakan banyak pakan ikan dari sumber alami seperti mikroorganisme tanah, serangga dan beberapa jenis rumput. Dengan memelihara ikan di sawah juga memiliki fungsi menekan perkembangbiakan hama serangga seperti belalang, kutu, nyamuk dll.

5.      Efisiensi Lahan Dengan Pengembangan Jarak Tanam
Jarak tanam yang disarankan oleh para ahli merupakan hasil percobaan yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal pada lahan monokultur dengan pengaturan jarak tanam tertentu. Pada umumnya jarak tanam ditetapkan dengan bentuk pola tanam secara bujur sangkar, padahal jarak tanam merupakan jarak aman antar satu individu dengan individu lain berdasarkan perkiraan radius. Oleh sebab itu penggunaan jarak tanam radius lebih efisien dibandingkan jarak tanam yang diterapkan dengan bentuk bujur sangkar.
 
Bentuk Penanaman Segi 6
 
Bentuk Penanaman Segi 4
Efisiensi lahan sangat penting dan memegang kunci kesuksesan pertanian di masa depan. Tantangan petumbuhan populasi penduduk tidak dapat dihindarkan untuk beberapa tahun kedepan sehingga tekanan penyempitan lahan pertanian semakin besar. Dengan adanya usaha-usaha tertentu dan pengembangan teknik yang terus maju diharapkan dapat memecahkan permasalahan krisis penyediaan pangan. Efisiensi lahan menyediakan solusi yang adil dan mensejahterakan petani yang telah kita ketahui dalam rasio penguasaan lahan yang cukup rendah. Sudah saatnya petani tidak lagi berada di bawah garis kemiskinan karena potensi sumberdaya alam yang dapat kita kelola dengan bijaksana berlimpah ketersediaannya.

0 comments:

Post a Comment